Minggu, Januari 25, 2009

Mengintip Bach, Beethoven, Mozart ....

Dengan rasa kagum sejarah mengabadikan nama
komponis-komponis agung seperti Bach, Handel, Haydn,
Mozart, Beethoven, Schubert dan lain-lain. Mereka
adalah jenius yang menghasilkan musik yang memberi
rasa indah kepada hati umat untuk berabad-abad
lamanya.

Mungkin kita menduga bahwa sebagai jenius mereka
dengan mudah menghasilkan karya-karya besar. Dugaan
itu keliru. Karya mereka bukan lahir begitu saja,
melainkan melalui banyak pergumulan belajar dan
berdoa. Marilah kita mengintip pergumulan mereka.

JOHANN SABASTIAN BACH (1685-1750) sudah menjadi yatim
piatu pada usia sembilan tahun, justru pada saat ia
belajar mengembangkan minatnya pada musik. Tetapi Bach
berkemauan keras. Ia membaca buku hanya dengan sinar
bulan yang masuk ke jendela kamarnya. Ia tidak segan
berjalan kaki sejauh puluhan bahkan ratusan kilometer
selama berhari-hari untuk bisa mendegarkan konser
organ. Sebelum mengarah sebuah lagu, lama Bach berdiam
diri ... lalu di kertas kosong yang akan digunakannya
ia menulis : J.J. (Jesu Juva, artinya Yesus, tolonglah
saya) Kemudian kalau sudah selesai pada bagian akhir
kertas itu Bach menulis : S.D.G. (Soli Deo Gloria,
artinya Kemuliaan bagi Allah). Bach mengagumi Daud
yang memberikan tempat yang penting pada nyanyian dan
musik dalam ibadah. Dalam Alkitabnya, di bawah 1
Tawarikh 25, Bach mencatat :"Musik adalah buah Roh
Kudus." Bach juga sangat terkesan pada 2 Tawarikh
5:13-14 "Lalu para peniup nafiri dan para penyanyi itu
serentak memperdengarkan paduan suaranya ... Pada
ketika itu rumah Tuhan dipenuhi awan ... kemuliaan
Tuhan memenuhi rumah Allah."

GEORGE FREDERIC HANDEL (1685-1759) mempunyai cara lain
dalam pergumulan mencari ilham. Untuk mengarang sebuah
oratorium Handel mengurung diri selama berhari-hari di
kamarnya. Ia tidak mau bertemu dengan siapapun. Pada
suatu hari ia pernah keluar dari kamarnya memegang
kertas-kertas berisi karyanya sambil menangis dan
berteriak, "Saya telah melihat sorga, saya telah
melihat Tuhan!"

FRANZ JOSEPH HAYDN (1732-1809) lahir dalam keluarga
miskin di desa di pedalaman Austria. Ia mencari nafkah
dengan jalan menjadi pemain biola di depan restoran.
Baru kemudian hari ia bekerja sebagai musikus di
rumah-rumah bangsawan. Haydn dijuluki "Bapak segala
simfoni", sebab ia mengarang begitu banyak simfoni.
Sebelum ia mengarang suatu simfoni, ia lebih dulu
bertelut di depan pianonya dan meneduhkan diri. Ia
pernah menjelaskan, "Dalam keteduhan seperti itulah
saya meminta bakat yang diperlukan untuk bisa
memuliakan Tuhan dengan pantas."

WOLFGANG AMADEUS MOZART (1756-1791) belajar piano pada
usia empat tahun, dan pada usia enam tahun ia sudah
bermain konser. Segala sesuatu berjalan begitu cepat
dalam hidup Mozart. Ia melejit ke atas sebagai pemusik
yang paling populer di Austria. Banyak orang jadi
penggemarnya, tetapi banyak juga yang membenci dan iri
kepadanya. Pernah Mozart menulis kepada ayahnya, "Papa
jangan khawatir, saya dipelihara Tuhan. Saya sering
takut Tuhan marah ..., tetapi saya merasakan kemurahan
hati dan kelemah-lembutan Tuhan." Mungkin karena
merasakan kemurahan Tuhan, maka Mozart bermurah hati
kepada banyak orang. Ketika rekannya sakit, Mozart
menggantikan kawannya untuk menyelesaikan karyanya,
lalu seluruh pembayaran untuk karya itu diserahkan
kepada kawannya. Mozart meninggal pada usia 35 tahun
dalam keadaan yang mengenaskan. Untuk membeli peti
jenazah pun tidak tersedia uang.

LUDWIG VON BEETHOVEN (1770-1827) terserang penyakit
telinga menjelang usia 30 tahun, lalu ia menjadi tuli
secara total. Bayangkan bagaimana terpukulnya seorang
komponis lagu kalau ia menjadi tuli. Dalam
kesedihannya ia menulis, "Aku merasa sepi, sangat
sepi. Tetapi aku merasa Tuhan dekat." Beethoven banyak
membaca buku renungan. Buku kegemarannya adalah
Imitatio Christi (artinya: Meniru Kristus) karangan
Thomas a Kempis. Walaupun Beethoven tuli, namun ia
tetap produktif sepanjang hidupnya dengan menghasilkan
begitu banyak simfoni, oratorio, opera dan sonata
piano yang menakjubkan. Salah satu warisannya adalah
nyanyian "Kami Puji Dengan Riang" di Kidung Jemaat,
no. 3.

FRANZ PETER SCHUBERT (1797-1828) lahir dalam keluarga
guru sekolah dasar yang miskin. Untuk mengarang lagu
ia tidak mampu membeli kertas, sehingga ia menulis di
kertas bekas. Schubert meninggal dalam usia 32 tahun
karena wabah typhus yang melanda perkampungan kumuh di
kota Wina tempat ia tinggal. Dalam catatannya ia
menulis : "Ketika saya menciptakan musik, saya
beribadah kepada Tuhan, dan saya menciptakan musik
supaya orang beribadah kepada Tuhan."

Tulisan di atas bukan bermaksud untuk mengatakan bahwa
komponis-komponis besar itu orang-orang sempurna.
Mereka manusia biasa dengan sifat buruknya
masing-masing. Misalnya, Handel dikenal sebagai orang
yang suka mengumpat dan memaki. Mozart kurang dewasa
dalam kepribadiannya dan suka memboroskan uang untuk
berfoya-foya. Beethoven gampang naik darah, sehingga
ia pernah melemparkan makanan di piring ke wajah
seorang pramusaji restoran hanya karena makanan itu
tidak sesuai dengan yang dia pesan.

Yang mau dicatat di sini adalah bahwa orang-orang
jenius itu dengan rendah hati mencari Tuhan sebagai
sumber ilham. Mereka merasakan kedekatan dan keakraban
dengan Tuhan sebagai saat-saat yang mengilhami karya
musik mereka. Mereka mengaku bahwa bakat mereka adalah
pemberian Tuhan dan adalah pantulan kemuliaan Tuhan,
karena itu untuk kemuliaan Tuhan jugalah mereka
mempersembahkan karya mereka yang agung itu. Kata dan
nada yang lahir dari jari mereka adalah sentuhan
tangan Tuhan. Ilham yang mereka peroleh adalah
percikan Roh Tuhan.

CATATAN-CATATAN

. Bdk. mis. de Vries hal. 29dst; rahner hal 23dst.

2 Bdk. juga tulisan-tulisan orang yang dipenjara, seperti Victor Frankl dan F. Bonhoeffer.

3 Rahner hal. 3dst.

4 de Vries hal. 9dst.

5 Kitab-kitab Kebijaksanaan dari Tradisi Semit dapat menjadi contoh, bagaimanakah kebijaksanaan harian dapat sungguh mempunyai nilai universal.

6 Bdk. sikap kawan-kawan Nabi Ayub.

7 Kaum hedonis ini tidak hanya ditemukan dalam jaman purba tetapi juga kini.

8 Guru-guru kerohanian yang besar seperti Confucius mengajarkan hal ini.


by galilean mission

0 komentar: